Selasa, 28 Oktober 2014

Kelompok 5


Tugas kelompok                                                                                        Dosen pembimbing Bimbingan Konseling Keluarga                                                                                             M. Pahli Zatra Hadi, M.Pd 

MAKALAH
Cinta Kasih keluarga





DISUSUN:
Azwan
Silvi Andriani
Praseno Melando


JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM (UINSUSKA) RIAU PEKAN BARU
T.A 2014/2015






 
BAB I                                                                                                                                             Pendahuluan
            Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam masyarakat, akan tetapi mempunyai pengaruh yang besarbagi bangsa dan Negara. Dari keluargalah akan terlahir generasi penerus yang akan menentukan nasib bangsa. Apabila keluarga dapat menjalankan fungsi dengan baik, maka dimungkinkan tumbuh generasi yang berkualitas dan dapat diandalkan yang akan menjadi pilar-pilar kemajuan bangsa. Sebaliknya bila keluarga tidakdapat berfungsi dengan baik, bukan tidak mungkin akan mengfhasilkan generasi-generasi yang bermasalah yang dapat menjadi beban soasial masyarakat. Keberfungsian keluarga sangat ditentukan oleh proses-proses yang berlangsung didalamnya. Tingkat sosial ekonomi keluarga mungkin memberikan sumbangan bagi keberhasilan keluarga menjalankan fungsinya.
Namun sesungguhnya proses-proses yang menentukan keberfungsian keluarga tidak tergantung pada tingkat sosial ekonomi. Sudah banyak bukti yang menunjukkan keluarga-keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah yangf berhasil mengantarkan anak-anak mereka menjadi sosok-sosok yang diandalkan. Demikaian juga tidak sedikit keluarga yang bergelimang harta yang mengalami kemerosotan karna anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang bermasalah.
Keluarga yang tentram, bahagia, dan sejahtera merupakan dambaan setiap manusia. Untuk mewujudkan keluarga sebagaimana yang didambakan merupakan usaha yang tidak mudah, karna terbentuknya keluarga merupakan sebuah proses yang panjang dan melalui penyesuaian yang juga tidak mudah. Mengingat keluarga terbentuk dari dua pribadi yang berasal dari keluarga yang berbeda, memiliki latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda pula. Perbedaan-perbedaan tersebut seringkali menjadi pemicu terjadinya kesalahpahaman dan keributan antar pasangan. Bila tidak segera teratasi maka kesalahpahaman dapat berlanjut menjadi konflik berkepanjangan yang bisa berakhir pada perceraian pasanagan. Akan tetapi dengan usaha yang terus menerus untuk saling memahami dan mengerti karakteristik pasanagn, maka tindakan-tindakan yang memicu keributan pasangan dapat dicegah. Kalau pun sampai terjadi keributan, perlu diupayakan agar hal tersebut dapat dihadapi denagan cara dewasa yakni denagan mengelolanya secara konstruktif sehingga ditemukan jalan keluar yang dapat diterima bersama.




BAB II                                                                                                                                                      Pembahasan
A.    Cinta kasih keluarga
Cinta adalah suatu perasaan yang hadir didalam diri seseorang, semua orang sudah dapat dipastikan memiliki rasa cinta. Perasaan cinta itu pun bermacam-macam ada perasaan cinta terhadap keluarga, perasaan cinta terhadap teman-teman, perasaan yang hanya merupakan kemauan atau keinginan hawa nafsu, perasaan sesama atau disebut kasih sayang, perasaan terhadap dirinya sendiri (narsisme), dan perasaan terhadap bangsa atau nasionalisme.
Sehingga dapat kita pahami bahwa “cinta adalah sebuah emosi dari kasih sayang yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dalam konteks filosofi cinta merupakan sifat baik yang mewarisi semua kebaikan, perasaan belas kasih dan kasih sayang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, patuh, dan mau melakukan apa pun yang diinginkan objek tersebut”.     
Cinta kasih merupakan hal yang sangat penting didunia ini, sehingga ada pepatah yang mengatakan cinta dan kasih akan membuat dunia ini menjadi indah, tanpa cinta kasih maka mustahil kedamaian diatas dunia ini akan terwujud. Namun sangat disayangkan banyak diantara manusia yang mengalami yang namanya “krisis cinta kasih” dan cinta kasih mereka pudar seiring berjalannya waktu. Mengapa hal demikian terjadi ? ini dikarnakan banyak orang yang tidak mengerti bahwa kunci untuk memiliki cinta dan kasih agar tidak pudar ialah membagi cinta dan kasih kepada orang lain bukan hanya menerimanya saja.
“Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting didalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah grup yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.” [1] Definisi keluarga menurut beberapa para ahli:
Ø  Menurut Duval (1997) keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota.
Ø  Menurut Bailon dan Magalaya (1978) mengemukakan bahwa keluarga adalah sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi atau satu samalain dalam perannya, menciptakan dan mempertahankan satu budaya (Supartini, 2004).
Pada dasarnya setiap pasangan yang akan menjalin hubungan yang diikat dalam tali pernikahan mengharapkan akan terwujudnya keluarga yang damai, aman, dan tentram. Untuk mencapai itu semua sangat dibutuhkan sebuah aksi/kegiatan aktif yang harus dilakukan oleh setiap keluarga terhadap keluarganya sendiri seperti: pengorbanan, perhatian, empati, patuh dan kasih sayang, sehingga apabila hal yang demikian dapat dan berhasil diaplikasikan maka untuk terwujudnya cinta dan kasih dalam sebuah keluarga akan dapat terealisasi sesuai dengan yang diharapkan. Didalam pembahasan cinta kasih keluarga kami membahas beberapa sub berikut ini penjelasannya:
1.    Pembinaan keluarga sejahtera
Untuk membentuk sebuah keluarga yang sejahtera perlunya pembelajaran tentang pendidikan nilai dalam keluarga itu sendiri, pendidikan nilai yang dimaksud adalah: mengajarkan tentang pentingnya beribadah, mengajarkan nilai jujur, mengajarkan nilai hormat, mengajarkan nilai rukun dan mengajarkan nilai pencapaian prestasi.[2]
Pembinaan keluarga sejahtera merupakan upaya menyeluruh dan terpadu  yang dilakukan oleh sebuah keluarga untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat dilaksanakan sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Adapun aspek-aspek yang dimaksud adalah:
a.    Aspek agama
Agama memiliki peran penting dalam membina keluarga sejahtera. Agama yang merupakan jawaban dan penyelesaian terhadap fungsi kehidupan manusia adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada tuhan yang maha esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan berpegang pada suatu agama yang diyakininya agar pembinaan keluarga sejahtera dapat terwujud sejalan dengan apa yang diajarkan oleh agama.
Dalam islam terdapat konsep keluarga sakinah yakni keluarga yang tentram dimana suami istri dituntut untuk menciptakan kehidupan rumah-tangga yang harmoni antara kebutuhan fisik dan psikis.yang dimaksud psikis adalah menjadikan keluarga sebagai basis pendidikan sekaligus penghayatan agama anggota keluarga. Kesakinahan merupakan kebutuhan setiap manusia. Karena keluarga sakinah berarti keluarga yang terbentuk dari pasanagan suami istri yang diawali dengan memilih pasangan yang baik,kemudian menerapkan nilai-nilai islam dalam melakukan hak dan kewajiban rumah tangga serta mandidik anak dalam suasana mawaddah warrohmah.
b.    Aspek pendidikan
Kehidupan kita dimulai dari lingkungan keluarga. Kita besar dan dididik didalam keluarga kita, orang tua yang menagajar kita bagaimna kita harus bertindak. Orang tua juga yang membesarkan kita dengan pendidikan dan etika. Pendidikan dilingkungan keluarga sangatlah penting, namun seringkali dianggap tidak penting. Etika yang benar harus diajarkan kepada anak semenjak kecil, sehingga ketika seorang anak beranjak menjadi dewasa ia akan berperilaku menjadi baik pula. Tentu saja perilaku orang tua juga harus baik dan benar sebagai contoh untuk anak-anaknya. Jikalau semenjak kecil anak-anak dididik dengan baik dan benar maka keluarga tersebut akan harmonis dan seandainya setiap keluarga mengajarkan nilai-nilai etika yang benar maka semua manusia akan hidup berdampingan dan damai.
c.    Aspek ekonomi
Untuk mewujudkan sebuah keluarga sejahtera aspek ekonomi juga sangat perlu kita perhatikan, jika kita cermati secara mendalam, selama ini pemerintah mengelompokkan keluarga diindonesia kedalam dua tipe. Tipe pertama kita kenal dengan tipe keluarga pra-sejahtera. Yang kita bayangkan setelah mendengarkan keluarga yang tipe ini bayangan keluarga yang masih mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang berupa sandang, pangan, dan papan. Keluarga pra-sejarah identik dengan keluarga yang anaknya banyak, tidak dapat menempuh pendidikan secara layak, tidak memiliki penghasilan tetap, belum memperhatikan masalah kesehatan lingkungan, rentan terhadap penyakit, mempunyai masalah tempat tinggal dan masih perlu mendapatkan bantuan sandang dan pangan. Kedua tipe keluarga sejahtera tipe keluarga ini merupakan keluarga yang sudah tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, kiranya perlu dilakukan pembenahan dimana keluarga agar dapat diarahkan untuk menjadi keluarga yang secara sadar dan proaktif berjuang menjadi keluarga yang sehat dan sejahtera. Istilah yang kiranya tepat dan berbau promotif adalah membangun keluarga yang kreatif, yakni keluarga yang mampu mengenali permasalahan keluarganya masing-masing. Persoalannya adalah bagaimana kita mampu melakukan pembunaan terhadap keluarga agar berkembang menjadi keluarga kreatif.
d.   Aspek sosial budaya
Konsep perkembangan sosial mengacu pada prilaku anak dalam hubungannya dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan dapat berintraksi atau menjadi manusia sosial. Melalui proses interaksi sosial tersebutlah seorang anak akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan prilaku-prilaku penting yang diperlukan dalam partisipasinya dimasyarakat kelak, atau dikenal juga dengan sosialisasi. Hal ini sejalin dengan yang dikatakan oleh Zanden (1986) bahwa kita terlahir bukan sebagai manusia dan bukan akan menjadi manusia hanya jikalau melalui proses interaksi dengan orang lain. Terdapat tiga elemen utama dalam struktur intetrnal keluarga untuk terciptanya keluarga sejahtera:
Ø Status sosial, dimana didalam keluarga distrukturkan oleh tiga unsur utama, yakni bapak/suami, ibu/istri, dan anak-anak, sehingga keberdaan status sosial menjadi penting karna dapat memberikan identitas kepada individu serta memberikan rasa memiliki karna ia merupakan bagian dari system tersebut.
Ø Peran sosial, yang menggambarkan peran dari masing-masing individu atau kelompok menurut status sosialnya.
Ø Norma sosial, yaitu standar tingkah laku berupa sebuah peraturan yang menggambarkan sebaiknya seseorang bertingkah laku dalam kehidupan sosial.

2.    Penyesuaian dalam pernikahan
Hurlock (2000) mendefinisikan penyesuaian pernikahan adalah sebagai proses adaptasi antara suami dan istri, dimana suami dan istri tersebut dapat mencegah terjadinya konflik dan menyelesaikannya dengan baik melalui proses penyesuaian diri. Lasswel dan lasswel (1987) mengatakan bahwa penyesuaian pernikahan adalah dua individu yang belajar untuk mengakomodasi, kebutuhan, keinginan dan harapan masing-masing, ini berarti mempunyai tujuan demi tercapainya suatu drajat kebahagiaan dalam hubungan.
Penyesuaian pernikahan juga merupakan suatu proses memodifikasi, mengadaptasi dan mengubah individu dan vola prilaku pasangan serta adanya interaksi untuk mencapai kepuasan yang maksimum dalam pernikahan (De Genova, 2008) Atwater (1990) juga menambahkan bahwa penyesuaian pernikahan merupakan perubahan dan penyesuaian dalam kehidupan pernikahan yang meliputi beberapa aspek dalam kehidupan pernikahan, seperti penyesuaian hidup bersama, penyesuaian peran baru, penyesuaian terhadap komunikasi dan penyelesaian konflik, serta penyesuaian terhadap hubungan seksual dalam pernikahan dan penyesuaian terhadap kewarganegaraan.
Oleh karna itu pemakalah coba menyimpulkan bahwa penyesuaian pernikahan itu ialah suatu proses yang mana dua orang yang memasuki tahap pernikahan mulai membiasakan diri dengan situasi yang baru sebelumnya belum pernah dia alami yang telah berubah statusnya sebagai suami istri serta saling menyesuaikan antara kebutuhan, keinginan dan harapan, dan saling menyesuaikan diri dibeberapa aspek pernikahan untuk mencapai kepuasan yang diinginkan sesuai dengan harapan dalam pernikahan tersebut.




3.    Masa-masa krisis dalam pribadi
Definisi krisis yakni suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping (tingkah laku) individu tersebut tidak dapat memecahkan masalah gangguan internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stres atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman selama krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, coping yang biasa digunakan tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
Krisis pribadi ini juga sering dirasakan oleh pasangan suami dan istri yang baru memulai kehidupan barunya. Tahun pertama pernikahan sering digambarkan sebagai masa krisis. Hal ini dikarenakan kebanyakan masalah dalam pernikahan muncul di tahun pertama. Berikut ada beberapa krisis ditahun pertama pernikahan yang sering dialami oleh pasangan yang baru memulai kehidupan berumahtangga:
a.    Berbagi pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga tetap harus dibagi. Bukan hanya wanita yang harus mengerjakan tugas rumah, melainkan juga pria. Pasangan yang baru menikah sering mengalami pertengkaran kecil perihal siapa yang mengerjakan tugas rumah yang berujung pada adu mulut yang tidak berkesudahan.
b.    Kebersihan diri pribadi
Kebiasaan kotor dan jorok yang dilakukan pasangan menjadi penyulut pertengkaran dalam rumah tangga. Jika kebiasaan itu tidak diubah, kedua pasangan akan terus bertengkar dan berakhir pada ketidakcocokan antar satu sama lain.
c.    Masalah keuangan
Masalah keuangan bisa menjadi masalah yang sensitif bagi setiap pasangan yang baru menikah. Sebaiknya, sebelum menikah, Anda dan pasangan sudah mulai menyusun "peta" tentang masalah keuangan kalian. Siapa yang membayar tagihan atau bagaimana cara menabung uang bulanan.
d.   Perbedaan gaya hidup
Perbedaan gaya hidup bisa menjadi penyebab pertengkaran setelah menikah. Misalkan,
e.    Waktu bersama teman
Setelah menikah, Anda tidak lagi memiliki banyak waktu untuk bertemu dengan teman. Jadi, mulailah terbiasa dengan kondisi itu karena Anda telah terikat dalam pernikahan.
f.     Perang ego
Pasangan yang baru menikah masih enggan untuk menahan ego masing-masing. Mereka masih butuh waktu untuk berdamai dengan ego mereka sendiri dan pasangan. Siapa pun tentu butuh beradaptasi setelah menikah.
Inilah fenomena yang kerap terjadi pada pasangan suami dan istri masalah-masalah dalam sistem keluarga dapat datang dari empat sumber yakni: kontak salah satu anggota dengan kekuatan diluar keluarga, kontak seluruh anggota keluarga dengan kekuatan diluar keluarga, stress pada titik transaksi dalam keluarga, dan stres yang timbul disekitar problem anggota yang berkebutuhan khusus atau keabnormalan fisik.[3]

































BAB III                                                                                                                                                    Penutup
A.      Kesimpulan
Menurut Indra Noveldy (konsultan perkawinan) masalah dalam perkawinan bisa diibaratkan seperti kanker. Kalau kita dapat mengatasinya pada saat stadium awal, maka ini sangant memungkinkan pasangan tersebut masih bisa menyelamatkan perkawinan mereka. Tetapi jika terjadi penundaan hingga masuk ke stadium lanjut, bisa menjadi ‘kanker’ yang sudah menyebar dan terlanjur parah, sehingga hubungan dalam pernikahan terancam bubar.
Hanya saja, cara setiap orang mengatasi masalah berbeda-beda. Ada yang memilih flight  atau ‘lari’ dan membiarkan masalah berlarut-larut. Ada yang memilih fight atau berjuang mengatasi masalah dan bertahan untuk bersama. Cara kedua inilah yang seharusnya dimiliki oleh setiap pasangan sehingga perceraian tidaklah semata-mata menjadi akhir atau tujuan dalam berumah tangga. Sayangnya, tidak semua pasangan memiliki mental juang untuk mengatasi masalah, sehingga mereka memilih jalan pintas, yaitu berpisah.
Wujud dari sebuah keluarga adalah keluarga inti, yang terdiri dari bapak, ibu dan anak juga dapat berupa keluarga besar (extended) yang terdiri dari bapak, ibu, anak, kakek, nenek maupun anggota keluarga yang lain. Dalam pembentukan keluarga dibutuhkan penyesuaian yang sehat dan baik antara anggota yang satu dengan yang lainnya. Penyesuaian tersebut akan menjadi modal bagi ketahanan keluarga dalam menghadapi tantangan dari dalam maupun luar keluarga sehingga cita-cita supaya terwujudnya keluarga sejahtera yang memiliki cinta dan kasih akan terwujud.
Jika saja banyak keluarga Indonesia yang berkembang kearah keluarga kreatif, dapat kita yakini bersama bahwa semakin hari banyak keluarga Indonesia yang mampu mewujudkan diri menjadi keluarga yang sehat, sejahtera, dan mandiri. Sehingga pemerintah tidak perlu lagi banyak mengeluarkan anggaran yang bersifat konsumtif untuk masyarakat.
Jadi keluarga sejahtera yang penuh dengan cinta kasih adalah keluarga yang selalu berusaha melakukan cara-cara yang terbaik disaat masalah yang akan muncul dalam kehidupan mereka, dan tidak menjadikan masalah sebagai beban tetapi menjadikan masalah sebagai bagian dari tantangan hidup berumah tangga untuk terwujudnya keluarga yang bahagia.







Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu, Drs. H., Psikologi Sosial, PT. Rineka cipta, Jakarta, 1991.
Lestari Sri., Psikologi Keluarga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012


[1]         Drs. H. Abu Ahmadi, 1991, Psikologi Sosial, Jakarta: Rineka cipta, hal. 239
[2]        Sri Lestari, 2012, Psikologi Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 167-171

[3]        Sri Lestari, 2012, Psikologi Keluarga, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hal. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar