Selasa, 28 Oktober 2014

Kelompok 6


Mata kuliah:                                                                      Dosen Pengampu:
Bimbingan Konseling Keluarga                         M. Fahli Zatra Hadi, M.Pd

Peranan Ayah dalam Keluarga

DISUSUN OLEH:
INDRA FIKA
IRMA NOPRIANTI
REZA ANGGRAINI
YUDIAN SAPUTRA

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF QASIM
RIAU
2013/2014



BAB I
PENDAHULUAN
Dalam sejarahnya, hampir tidak pernah menguas secara khusus masalah keayahan (Fatherhood). Malah cenderung mengabaikannya. Posisi ayah akhirnya menjadi tidak begitu menarik dan penting. Secara terbatas sekali masalah keayahan baik peran ayah dalam fungsinya sebagai orang tua, sebaliknya sangat menekankan pentingnya tokoh ibu dalam perkembangan anak.
Ayah akhirnya seperti sudah terkondisi bukan sebagai pengasuh anak, dan lebih sibuk sebagi pencari nafkah. Ia memiliki citra keperkasaan dan kekokohan, namun jauh dari anak-anaknya dan seakan melepas tanggung jawab membina kehidupan anak secara langsung. Keadaan ini dikukuhkan dalam kehidupan masyarakat, dan diterima begitu ssaja seolah sesuatu yang sudah semestinya.
Tetapi belakangan ini, kondisi ini mulai disoroti dan digugat. Bukan karena berkembangnya gerakan feminisme, tetapi karena semakin timbulnya kesadaran baru bahwa betapa pentingnya partisipasi seorang ayah dalam membina pertumbuhan fisik dan psikologis anak. Seanainya ayah tidak ikut aktif memperhatikan perkembangan anaknya, maka sudah pasti akan terjadi ketimpangan. Apalagi kaum wanita dewasa ini lebih banyak menghabiskan waktunya dalam berbagai kegiatan diluar urusan keluarga. Tetapi masalah peranan ayah dalam mengasuh anak masih menjadi kontroversi dan polemic. Maka sampai sekarang belum ada suatu gambaran yang seragam tentang peranan ayah. Dalam prakteknya, ada ayah yang tidak memperdulikan sama sekali urusan mengasuh dan mendidik anak-anaknya, tetapi ada yang justru aktif membina anaknya. Bahkan ada pula ayah yang hanya sendiri mengasuh anak tanpa perlu keterlibatan istrinya lagi.





BAB II
PEMBAHASAN

A.    KONTROVERSI PERANAN AYAH
1.      Beberapa Teori Keayahan
Teori-teori keayahan baru muncul dan berkembang sejak tahun 1970-an dan hasil berbagai penelitian banyan mengubah secara drastis konsep dan anggapan tentang keayahan.
Anggapan lama masyarakat ialah seorang ayah sesungguhnya tidak terlalu berperan dalam kehidupan anak. Dibandingkan dengan itu, ayah memang kelihatan jauh dari anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam masyarakat lampau. Pandangan macam itu terus berkembang dan dipertahankan dari waktu ke waktu didalam masyarakat. Bahkan muncul teori-teori yang justru memperkuatnya. Dua ahli terkenal yang bisa disebut memperkuat pandangan lama ini ialah Sigmund Freud, seorang psikoanalisis, dan Jhon Bowlby, seorang ethologis Inggris. Teori dari dua tokoh ini sering menjadi referensi pemikiran yang menekankan bahwa tokoh ibu merupakan sentral dalam kehidupan anak.
Pikiran Freud yang paling penting dan masih berpengaruh kuat sampai sekarang ialah teorinya tentang perkembangan sosial seseorang sangat ditentukan oleh pengalaman pada awal masa kanak-kanak. Menurut Freud, tingkat pemuasan pada masa kanak-kanak akan sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang dikemudian hari.
Freud berPendapat bahwa hubungan sang anak dengan ibunya sangat berpengaruh dalam pembentukan pribadi dan sikap-sikap sosial si anak di kemudian hari. Menurut Freud, peranan ayah itu tidak diperhitungkan. Ayah tidak mempuyai pengaruh bagi perkembangan anak, Freud menekankan bahwa peranan ayah itu baru muncul pada tahap akhir kanak-kanak. Para pengikut aliran Freud menyetujui pentingnya peranan tokoh ibu pada masa bayi dan pada masa kanak-kanak. Ibulah tokoh utama dalam proses sosialisasi anak.
Pemikiran Freud akhirnya menjadi sorotan beberapa ahli dan pandangan Freud itu akhirnya juga digugat, apakah kegiatan-kegiatan yang dilakukan kaum ibu itu menjadi alas an menyampingkan peran tokoh ayah? Beberapa tahun belakangan teori Freud cenderung dipertanyakan.
Kemudian muncul teori-teori baru yang mencoba meninjau kembali kebenaran pikiran pikiran Freud. Pada tahun 1940-an dan 1950-an, Robert Sears dan Jhons Whiting misalnya mencoba meneliti kembali dikaitkan dengan teori belajar modern. Kedua psikolog ini berpendapat, anak-anak itu dapat memperoleh kepuasaan apabila dorongan-dorongan biologis dasar seperti lapar dan haus itu diatasi. Dalam soal ini seorang ibu memang mudah dilihat berperan penting bagi seorang anak terutama karena selalu menyuapkan makanan kepada anaknya. Sebaliknya, seorang ayah biasanya kurang terlibat dalam member makan. Tetapi tidak bisa begitu saja dapat disimpulkan ayah kurang berperan dalam perkembangan anak.
Sementara bowlby yang sama seperti Freud kembali menekankan pentingnya tokoh ibu, kehilangan tokoh seorang ibu dapat menimbulkan problem dalam perkembangan anak selanjutnya. Sikapnya ini terungkap dalam tulisan klasiknya, “The Nature of Child’s Tie to Hits Mother (Hartkat anak tergantung pada ibu). Kehidupan seseorang, lebih-lebih pada masa kanak-kanak, sangat ditentukan oleh peran Ibu.
Bowly menganalisis dan mengemukakan argumentasinya tentang pentingnya keterikatan antara anak dengan orang tuanya. Tetapi pada akhirnya ia menekankan tokoh ibu yang menjadi sentral dalam membimbing anak kearah kedewasaan. Bowlby mengutarakan, ikatan emosional yang mendalam antara anak dan ibu, akan membetuk pola respon tertentu bagi anak terhadap stimulasi dari luar. Peranan ibu dinilai paling penting, melebihi peranan yang lain dalam membangun kepribadian anak. Hanya ibulah yang bisa dengan cepat mengerti dan mampu menanggapi setiap gerak-gerik nayi, Ibu segera tahu kalau anaknya hendak menangis, senyum atau lapar.
Meski uraian Bowlby dan Freud tentang perkembangan awal dan proses sosialisasi seseorang berbeda, tetapi kesimpulan akhir analisis mereka sama yaitu keduanya menganggap tokoh ibu sangat penting pada masa kanak-kanak seseorang. Seperti Freud, Bowlby menempatkan peran ibu sebagai sentral dalam perkembangan awal anak. Sedangkan kedudukan ayah hanya bersifat peran sekunder saja. Suami semata-mata sebagai pendorong moral bagi istrinya.
Secara biologis juga dapat diterangkan mengapa kedudukan ibu lebih penting dari ayah dalam mengasuh anak. Perbedaan struktur biologis antara ayah dan ibu membawa perbadaan peranan pula bagi kehidupan anak. Ibu bisa memberikan air susunya dan memiliki hormon keibuan yang menentukan tingkah lakunya terhadap anak. Sebaliknya, seorang ayah tidak dilengkapi secara biologis untuk menyusui anak dan tidak memiliki bawaan yang mencolok untuk mengasuh anak.
Namun, peran antara ayah dan ibu bukan semata-mata ditentukan oleh faktor biologis, dan sesungguhnya untuk mendefinisikan bagaimana peranan orangtua itu dalam mengasuh anak dapat diungakapkan dalam berbagai variasi. Hal ini tergantung pada faktor sosial, situasi lingkungan, suku, kebudayaan, dan tradisi yang seringkali berbeda-beda.
Analisis dan anggapan bahwa faktor biologis yang membedakan peran ayah dengan ibu, kini memeng tidak dianggap serius lagi dan hanya sebagai mitos saja. Ross de Parke bahkan menegaskan, faktor biologis itu tidak dapat dipergunakan lagi sebagai argumentasi untuk menjelaskan perbedaan ayah dan ibu dalam keluarga. Pandangan lama tentang ayah dan perannya hanyalah suatu penyimpangan pikiran zaman. Sudah muncul revolusi pemikiran yang menempatkan betapa tokoh ayah pentingdalam proses pengasuhan dan perkembangan anak. Tidak dapat diterima lagi anggapan yang menempatkan ayah hanya sebagai tokoh sekunder dalam mendidik anak. Tidak ada alasan yang kuat pula untuk menempatkan terlalu tinggi posisi ibu dalam perkembangan anak. Kini sudah sngat diragukan kesahihan pandangan yang membeda-bedakan posisi ayah dan ibu terhadap anak.
2.      Memahami Peran Ayah
Para ahli Psikologi dewasa ini cenderung meninggalkan hal-hal yang terlalu bersifat teoritis, dan banyaak mengalihkan perhatian ke observasi langsung. Termasuk soal peranan ayah. Sejak tahun 1970-an, banyak ahli psikologi secara langsung meneliti peran ayah dalam keluarga.
Hasil penelitian terhadap perkembangan anak yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, perkembangan anak menjadi pincang. Kelompok anak yang kurang mendapat perhatian ayahny cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktifitas sosial terhambat, dan interaksi sosial terbatas. Bahkan bagi anak laki-laki, ciri maskulinnya (cirri-ciri kelakian) bisa menjadi kabur.
Peranan ayah sangat pentig dalam perkembangan anaknya secara langsung. Mereka dapat membelai, mengadakan kontak bahasa, berbicara, atau bercanda dengan anaknya. Semuanya itu akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. ayah juga dapat mengatur serta mengarahkan aktivitas anak, misalnya menyadarkan anak bagaimana menghadapi lingkungannya dan situasi diuar rumah. Ia memberi dorongan, membiarkan anak mengenal lebih banyak, melangkah lebih jauh, mengajarkan mereka membaca, mengajak anak untuk memperhatikan kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik di luar rumah, serta mengajak anak berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah (orang tua) untuk memperkenalkan anak dengan lingkungannya dan dapat mempengaruhi anak dalam menghadapi perubahan sosial dan membantu perkembangan kognitifnya di kemudian hari.

B.     CALON AYAH DAN KETIKA ISTRI HAMIL
1)      Kehamilah Tanggung Jawab keluarga
Kehamilan termasuk salah satu periode krisis dalam kehidupan seorang wanita. Tak dapatdielak, situasi ini menimbulkan perubahan drastis, bukan hanya fisik tetapi juga psikologis. Dalam aspek psikologis, timbul pengharapan yang disertai kecemasan menyambut persiapan kedatangan bayi. Semuanya itu ikut mewarnai interaksi antara anggota dalam keluaga.
Ketika ibu hamil maka terjadilah perubahan sikappada diri ayah. Ayah menjadi tampak sangat hati-hati, penuh memahami, dan selalu berusaha menjaga hubungan damai dengan istrinya.
Masa kehamilan dapat dibagi dalam tiga fase;
Pertama meliputi tiga bulan pertama kehamilan.Dalam periode itu,calon ibu (ibu) sering mengalami ketegasan fisik dan psikis. Ia sering muntah, perut mules, merasa lelah, pusing, cepat tersinggung, dan selalu cemas.
Dalam suatu penelitian terhadap pasangan suami dan istri. Pauline Shereshefsky dan L.J. Yarrow mengatakan, selama periode ini sikap istri menjadi lebih sensitif dan cenderung berperasa, cemas, takut, gelisah atau kadang-kadang perubahan perasaan yang mendadak.
Perkembangan janin pada periode ini berawal dari turunnya ovum (sel telur) setelah pembuahan dari tube (saluran indung telur) ke uterus. Kemudian terjadilah pemecahan sel dan formasi dari embrionik,dan suatu organisme baru mulai berkembang. Formasi awal, terdapat tiga lapisan sel, yaitu ectoderm, mesoderm, dan endoderm. Dari lapisan ectoderm terbentuk organ dan sistem saraf. Sedangkan mesoderm membentuk sirkulasi darah, skeletal (kerangka), sistem otot. Lapisan endoderm membentuk susunan pencernaan dan susunan kelenjer. Pada bulan kedua, embrio itu sudah sebesar 3,8 cm(1,5 inci). Kerangka embrional tulang dan otot mulai tampak sebagai bangun luar dari tubuh,muka dan leher mulai berkembang dan sudah tampak bentuk manusia. Dahi menonjol, otak mulai berkembang, jauh lebih awal dibanding organ lain. Anggota badan mulai tumbuh. Otot dan tulang rawan mulai berkembang. Organ seks mulai terbentuk.
Pada fase kedua ( tiga bulan kedua ) mucul perubahan lain. Perasaan gelisah dan tekanan darah yang cenderung tinggi,pelan-pelan mulai menghilang. Ibu mulai merasa ada sesuatu gerakan dalam perut sebagai isyarat jelas bahwa ada janin dalam perut ibu,mulai terasa pada akhir bulan keempat. Adanya gerakan janin dalam perut, membawa pengaruh pada  kedua orang tua. Makin hari makin besar dan kedua orang tua tanpak senang terutama sang ayah.
Dalam  suatu penelitian terhadap pasangan suami dan istri yang sedang hamil, sebagian besar kelompok sang ayah mengungkapkan perasaan senang tetapi setengah dari kelompok ibu meberi reaksi tidak senang.Yang jelas,gerakan janin dalam perut ibu dapat menciptakan rasa tentram,tergantung  pada kondisi rahim ibu.
Pada bulan kelima,struktur pembentukan kulit memasuki tahap akhir.Kelenjer keringat dan lemak mulai terbentuk dan berfungsi.Kulit ditempat tertentu mulai tampak dan juga rambut,kuku pada jari tangan dan kaki.Sendi pada tulang sudah berkembang dan berfungsi.
Pada fase ini janin sudah tampak ramping. pada bulan keenam pembentukan mata berakhir, indera pengecap sudah muncul pada lidah dan mulut. Ketika lahir si bayi segera memperlihatkan kemampuan itu.
Fase terakhir pertumbuhan janin  berlangsung pada periode tiga bulan terakhir (bulan ke-7 sampai ke-9). Pada fase ini calon ibu mulai lagi merasa tertekan dan gelisah.Berat badan calon ibu mulai bertambah drastis antara 10,5 kg sampai 15 kg. Calon ibu sering merasa lelah, tidak enak, sukar tidur, kaki tangan bengkak, dan nafas pendek. Semua gejala itu dapat membuat calon ibu merasa cemas, mudah tersinggung, dan lekas marah seperti gejala pada periode pertama masa kehamilan.
Bagaimanakah sikap dan reaksi seorang ayah pada fase kehamilan itu? Berbagai cara kaum pria menghadapi situasi ini. Ada suatu fenomena yang memukau perhatian yang disebut couvade. Istilah yang bersal dari bahasa Prancis artinya  couver ( mengaram dan menetas ). Antropologi inggris, Sir Edward Taylor, melansir istilah itu tahun 1865 dengan menjelaskan sebagai berikut.
Dalam masyarakat primitif, jika saatnya yang ditentukan sudah tiba, istri yang hamil merabah ke pangkuan suaminya dan si suami mengangkatnya ke tempat tidur. Ini termasuk salah satu upacara menunggu kelahiran. Si ibu melakukan situasi bersalin seperti mengarang kesakitan.Acara ini sekurang-kurangnya mempunyai dua tujuan. Pertama, untuk memperlihatkan kepada semua orang,meski dalam arti simbolis, bahwa sang suami hadir saat istrinya melahirkan.  Kedua, untuk mengoceh roh jahat.
Dalam kebudayaan lain couvade ini dibuat dalam bentuk lakon yang mencolok. Misalnya,pada masyarakat Enickala-Vandu,salah satu suku di India Selatan.Secara tiba-tiba ibu melakukan situasi kelahiran. suami yang diberitahu soal itu segera bertindak dengan memberikan beberapa lembar kain dengan meletakkannya dibawah kepada istrinya itu.
Menurut W.H. Trethowan, seorang psikiater bangsa inggris, couvade merupakan situasi khusus yang dialamai suami selama istrinya hamil. Tetapi di Barat gejala itu dianggap biasa saja, tanpa perlu terlalu diperhatikan. Banyak calon ayah mengalami perbahan fisik dan mental ketika istrinya hamil. Tetapi gejala ini belum tahu menunjukkan sindrom couvade.
Dalam suatu percobaan terhadap gejala couvade, Trethowan menemukan bahwa calon ayah menderita suatu gejala seperti nafsu makan berkurang, sakit-sakit, mual, dan muntah. Gejala ini lebih sering terjadi pada bulan ketiga masa kehamilan istri dan akan muncul kembali pada bulan terakhir menjelang kelahiran.           
Selain gejala fisik, calon ayah juga mengalamai berbagai gejala lain, misalnya, ia mulai tertarik pada anak bayi. Pada periode ini banyak ayah berusaha membaca banyak buku tentang annak dan tentang peranan orang tua. Juga banyak kegiatan seperti meenyiapkan berbagai fasilitas untuk mempersiapkan kedatangan bayinya. Untuk itu kadang ayah mencari kerja sampingan. Dan ini khususnya terjadi beberapa bulan menjelang kelahiran tiba. Meskipun si calon ayah bertambah jam kerja dengan maksud dapat membeli tempat tidur, ayunan dan beberapa perlengkapan lainnya.
2)      Memberi Dukungan Emosional
Dukungan emosional sangat perlu diberikan pada saat istri hamil, dalam suatu peneitian terhadap 26 pasangan suami istri yang tengah menghadapi kehamilan di California, Johanna Gladiux menyimpulkan, dukungan emosional suami terhadap istri dapat menyebabkan adanya ketenangan bathin dan perasaan senang dalam istri. Dan istri akhirnya lebih mudah menyesuaikan diri dalam situasi kehamilan itu. Suami adalah orang pertama dan utama dalam member dorongan kepada istri sebelum pihak lain turut member dorongan.
Pada fase kedua kehamilan, ketika kandungan istri semakin tampak, maka berbagai pihak luar seperti sahabat, kenalan, sanak keluarga akan memberi dorongan. Dorongan ini sangat membahagiakan si calon ibu. Pada periode ini dukungan dan interaksi sosial adalah kesempatan yang baik. Dialog, cerita, dan mendengar pengalaman-pengalaman dari ibu yang lain merupakan nilai-nilai berharga untuk menumbuhkan pengharapan dan kekuatan pada diri si calon ibu. Pada fase kedua ini peranan orang lain, sahabat, keluarga menjadi lebih penting bila dibandingkan pada fase pertama.
Yang tidak kalah menarik pada masa kehamilan adalah sikap ayah sendiri. Sang suami semakin tertarik pada istrinya dan berusaha menciptakan hubungan yang positif. Dan setelah si bayi lahir, ia ingin membelai dan memegangnya, namun ia mengalami kesulitan bagaimana memegang dengan cara yang baik. Sesungguhnya masa kehamilan adalah masa yang indah asal sang ayah berperan aktif dalam situasi ini. Perilaku suami yang baik bisa membuat sang istri menjadi bahagia dan menghayati masa kehamilan dengan tenang.
3)      Bagaimana Mengasuh Anak yang lain
Ketika hamil, praktis seorang ibu kurang memperhatikan anak-anaknya yag lain. Peran ini dapat diambil ahli oleh ayah. Ayah dapat menjaga anak-anak ini untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan mengarahkan kepada mereka supaya menerima anggota yang baru.
Keterlibatan ayah ini lebih menonjul pada masa ini sebelumnya. Cecily legg, ivan sherick dan wiliam Wadland meneliti bagaimanareaksi anak terhadap adiknyanya yang baru lahir. Mereka menemukan sejumlah reaksi negative. Anak-anak mengungkapkan rasa tidak senang karena si kecil buang air kecil sembarangan, menangis di waktu malam. Bantuan dan perhatian ayah sangat penting pada situasi seperti ini. pada masa kehamilan tidak hanya sikap memahami tetapi juga sikap sabar mesti dimiliki ayah. Tingkah laku anak-anak yang sudah besar pada periode ini kadang-kadang aneh yang menyebabkan ibu mudah tersinggug.
4)      Pengaruh Kehadiran Seorang Ayah Waktu Istrinya Bersalin
Ayah sebagai pendamping istri nya saat melahikan ikut memainkan peranan penting yaitu: pertama suami mengukur lamanya waktu kontradiksi bernapas seirama dengan istrinya, membantu menopang istrinya pada detik-detik kontradiksi, memijit-mijit punggung istrinya, menyuguhkan minuman menyampaikan pesan istrinya kepada perawat dan dokter, memberikan perhatian yang terus-menerus dan mendorong semangat. Kedua, suami dengan sabar dan setia mendampingi istrinya yang tengah menghadapi situasi kritis, menghibur, dan memberikan harapan, menguatkan hati, dan mengatakan “Sabar saying kesulitan ini akan segera berlalu”.
5)      Peran Ayah ketika Ibu Operasi Caesar
Pada waktu operasi caesar, kehadiran ayah sesungguhnya sangat penting dan membawa dampak positif. Kehadiran itu akan memberi kekuatan bagi istrinya. Ketika bagian-bagian tertentu tubuh dibius, ibu masih memiliki sisa kesadaran dan kewaspadaan. Dalam keadaan krisis macam ini, ibu bisa merasa diteguhkan oleh kehadiran suami.

C.    HUBUNGAN BAYI  DENGAN AYAH
Hubungan antara bayi yang baru lahir dengan ayahnya adalah sebagai Reaksi awal dan memahami Isyarat Bayi. Pada saat bayi lahir, Pengetahuan dan keterampilan ayah dalam memahami setiap aksi dan reaksi anaknya sama dengan reaksi istrinya, yaitu bagaimana respon mereka mampu menanggapi setiap maksud bayi seperti suara dan gerakan mulut. Gerakan mulut seorang bayi seolah-olah mengucapkan sesuatu dan dapat ditanggapi oleh ibu maupun ayah. Orang tua akan memberikan respon ataupun reaksi misalnya senyuman. Interaksi-interaksi antara ayah dengan bayi itu ada pengaruh timbal balik, yaitu ayah memberi reaksi atas gerak-gerik bayi. Dengan kata lain, aktivitas bayi menimbulkan reaksi ada ayah. 
Berawal dari sinilah bayi mulai mengenal, mengamati setiap stimulus. Interaksi ini secara tidak langsung mengembangkan komunikasi terhadap dunia sosial. Pengaruh awal ini membentuk nilai yang penting dalam control sosialnya. Kelak anak juga akan mempengaruhi orang lain berkat adanya sikap yang tertanam sejak awal ini.




BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Tidak hanya sosok Ibu, sosok Seorang ayah juga berperan sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi, Hasil penelitian terhadap perkembangan anak yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, perkembangan anak menjadi pincang. Kelompok anak yang kurang mendapat perhatian ayahny cenderung memiliki kemampuan akademis menurun, aktifitas sosial terhambat, dan interaksi sosial terbatas. Bahkan bagi anak laki-laki, ciri maskulinnya (cirri-ciri kelakian) bisa menjadi kabur.



















DAFTAR PUSTAKA
Dagun, Drs.Save. M, Psikologi Keluarga, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar